Politik dan Strategi Nasional


POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL 
Otonami daerah
Otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara pengertian daerah otonom adalah daerah tertentu pada suatu negara  yang memiliki kebebasan dari pemerintah pemerintah pusat di luar daerah tersebut.
Pengertian Otonomi Daerah menurut Para Ahli
F. Sugeng Istianto
“Hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah”

Ateng Syarifuddin
“Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dapat dipertanggungjawabkan”

Syarif Saleh
“Hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat”

Menurut Benyamin Hoesein
Otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat.
Menurut Philip Mahwood
Otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri dimana keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber material yang bersifat substansial mengenai fungsi yang berbeda.
Menurut Mariun
Otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang memungkinkan mereka untuk membuat inisiatif sendiri dalam rangka mengelola dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh daerahnya sendiri. Otonomi daerah merupakan kebebasan untuk dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Menurut Vincent Lemius
Otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) untuk mengambil atau membuat suatu keputusan politik maupun administasi sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Di dalam otonomi daerah terdapat kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah namun apa yang menjadi kebutuhan daerah tersebut senantiasa harus disesuaikan dengan kepentingan nasional sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”
Pelaksanaan otonomi daerah kini memasuki tahapan baru setelah direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau lazim disebut UU Otonomi Daerah (Otda). Perubahan yang dilakukan di UU No. 32 Tahun 2004 bisa dikatakan sangat mendasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Secara garis besar, perubahan yang paling tampak adalah terjadinya pergeseran-pergeseran kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat. Tujuan pemberian otonomi tetap seperti yang dirumuskan saat ini yaitu memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pemerintah juga tidak lupa untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan fungsi-fungsi seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara proporsional sehingga saling menunjang.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, digunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat yakni :
a. politik luar negeri,
b. pertahanan dan keamanan,
c. moneter/fiskal,
d. peradilan (yustisi),
e. agama.
Pemerintah pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal.
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 (Amandemen) disebutkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU. Tampak nuansa dan rasa adanya hierarki dalam kalimat tersebut. Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah diakomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut pengaturan terhadap regional yang menjadi wilayah tugasnya.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
UU No. 32 Tahun 2004 mencoba mengembalikan hubungan kerja eksekutif dan legislatif yang setara dan bersifat kemitraan. Sebelum ini kewenangan DPRD sangat besar, baik ketika memilih kepala daerah, maupun laporan pertanggungjawaban (LPJ) tahunan kepala daerah. Kewenangan DPRD itu dalam penerapan di lapangan sulit dikontrol. Sedangkan sekarang, kewenangan DPRD banyak yang dipangkas, misalnya aturan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, DPRD yang hanya memperoleh laporan keterangan pertanggungjawaban, serta adanya mekanisme evaluasi gubernur terhadap rancangan Perda APBD agar sesuai kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam DPRD dan atau memperoleh dukungan suara dalam Pemilu Legislatif dalam jumlah tertentu.
Dalam UU No 32 Tahun 2004 terlihat adanya semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu sisi, pelibatan publik (masyarakat) dalam pemerintahan atau politik lokal mengalami peningkatan luar biasa dengan diaturnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Dari anatomi tersebut, jelaslah bahwa revisi yang dilakukan terhadap UU No. 22 Tahun 1999 dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang selama ini muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sekilas UU No. 32 tahun 2004 masih menyisakan banyak kelemahan, tapi harus diakui pula banyak peluang dari UU tersebut untuk menciptakan good governance (pemerintahan yang baik).

Dasar Hukum
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
  • Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
  • UU No. 31 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
  • UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.


Implementasi dan keberhasilan POLSTRANAS
Adapun implementasi polstranas dalam mengantisipasi perkembangan globalisasi kehidupan dan perdagangan bebas dapat ditinjau dari berbagai bidang kehidupan, antara lain :
·                   Bidang Ekonomi
1. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpuh pada mekanisme pasar yang adil berdasarkan prinsip persingan sehat.
2. Mengembangkan persingan yang sehat dan adil serta menghindari terjadinya struktur pasar monopilistik dan berbagai pasar distortif.
3. Mengupayakan kehidupan yang layak berdasarkan kemanusian yang adil bagi masyarakat.
4. mengembangkan perekonomian yang berorientasi global.
5. Melakukan berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses kemiskinan dan mengurangi pengganguran.
·                   Bidang sosial budaya
1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung.
2. Mengembangkan dan membina kebudayaan nasioanal.
3. Mengembangkan apresiasi seni dan budaya tradisional
·                   Bidang politik
1. Mempertahankan dan menciptakan kondisi politik dalam negeri yang kondusif dan menegaskan arah politik luar negeri Indonesia Yang bebas aktif.
2. Meningkatkan pemanfaatan dan kualitas komunikasi di berbagai bidang.
3. Memantapkan fungsi, peran dan kedudukan agama sebagai landasan moral, spritual dan etika.
4. Mengupayakan perluasan dan pemerataan pendidikan serta peningkatan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan masyarakat maupun pemerintah.
·                   Bidang pertahanan keamanan
1. Menata kembali Tentara Nasional Indonesia sesuai paradigma baru yang konsisten sekaligus peningkatan kulitasnya.
2. Mengembangkan kemampuan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta.
KEBERHASILAN POLSTRANAS
Penyelenggaraan pemerintah/Negara dan setiap warga negara Indonesia/ masyarakat harus memiliki :
1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Semangat kekeluargaan yang berisikan kebersamaan, kegotong-royongan, kesatuan dan persatuan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat guna kepentingan nasional.
3. Percaya diri pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa, sehingga mampu menatap masa depan yang lebih baik.
4. Kesadaran, patuh dan taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran sehingga pemerintah/negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum
5. Pengendalian diri sehingga terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan antara berbagai kepentingan.
6. Mental, jiwa, tekad, dan semangat pengabdian, disiplin, dan etos kerja yang tinggi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
7. IPTEK, dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga memiliki daya saing dan dapat berbicara dipercaturan global.
Apabila penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional melalui perjuangan non fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing. Dengan demikian diperlukan kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan tetap utuh dan tegapnya NKRI.
Menjelaskan Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat Madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, serta masyarakat yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Itu tadi pengertian umum dari masyarakat madani, berikut ini ada beberapa pengertian masyarakat madani menurut para ahli :


·                     Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.
·                     Menurut Syamsudin Haris, masyarakat madani adalah suatu lingkup interaksi sosial yang berada di luar pengaaruh negara dan model yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi antar warga masyarakat.
·                     Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain : egaliteran(kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah.
·                     Menurut Ernest Gellner, Civil Society atau Masyarakat Madani merujuk pada mayarakat yang terdiri atas berbagai institusi non pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi Negara.
·                     Menurut Cohen dan Arato, Civil Society atau Masyarakat Madani adalah suatu wilayah interaksi sosial diantara wilayah ekonomi, politik dan Negara yang didalamnya mencakup semua kelompok-kelompok sosial yang bekerjasama membangun ikatan-ikatan sosial diluar lembaga resmi, menggalang solidaritas kemanusiaan, dan mengejar kebaikan bersama (public good).
·                     Menurut Muhammad AS Hikam, Civil Society atau Masyarakat Madani adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing),dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
·                     Menurut M. Ryaas Rasyid, Civil Society atau Masyarakat Madani adalah suatu gagasan masyarakat yang mandiri yang dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang produktif dari kelompok-kelompok sosial yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan, serta lembaga-lembaga yang saling berhadapan dengan negara.
Sedangkan Masyarakat Madani dalam Islam bisa kalian baca dibawah ini.
Istilah masyaakat madani itu sebenarnya merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun nabi Muhammad di negeri Madinah. Perkataan Madinah dalam bahasa arab dapat dipahami dari dua sudut pengertian. Pertama, secara konvensional kata madinah dapat bermakna sebagai “kota”, dan kedua, secara kebahasaan dapat berarti “peradaban”; mskipun di luar ata “madaniyah” tersebut, apa yang disebut peradaban juga berpadanan dengan kata “tamaddun” dan “hadlarah”.

Sebelumnya, apa yang dikenal sebagai kota madinah itu adalah daerah yang bernama Yatsrib. Nabi-lah yang kemudian mengubah namanya menjadi Madinah, setelah hijrah ke kota itu. Perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah pada hakikatnya adalah sebuah proklamasi untuk mendirikan dan membangun masyarakat berperadaban di kota itu. Dasar-dasar masyarakat madani inilah, yang tertuang dalam sebuah dokumen “Piagam Madinah” yang didalamnya menyangkut antara lain wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi, tanggung jawab social dan politik, serta pertahanan, secara bersama.
Ciri-Ciri Masyarakat Madani
1.     Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang oleh iman dan teknologi.
2.     Mempunyai peradaban yang tinggi ( beradab ).
3.     Mengedepankan kesederajatan dan transparasi ( keterbukaan ).
4.     Free public sphere (ruang publik yang bebas)
Ruang publik yang diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki
akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, warga negara berhak melakukan kegiatan secara
merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan pendapat,
berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.
5.     Demokratisasi
Menurut Neera Candoke, masyarakat sosial berkaitan dengan wacana kritik rasional masyarakat
yang secara ekspisit mensyaratkan tumbuhnya demokrasi., dalam kerangka ini hanya negara
demokratis yang mampu menjamin masyarakat madani. Demokratisasi dapat terwujud melalui
penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi : 1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 2) Pers
yang bebas 3) Supremasi hokum 4) Perguruan Tinggi 5) Partai politik
6.     Toleransi
Toleransi adalah kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial
yang berbeda. Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk
menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh
orang atau kelompok masyarakat yang lain yang berbeda.
7.     Pluralisme
Pluralisme adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap tulus bahwa masyarakat
itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat tuhan.
8.     Keadilan Sosial (Social justice)
Keadilan yang dimaksud adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak dan
kewajiban setiap warga dan negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
9.     Partisipasi sosial
Partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik bagi terciptany
masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi apabila tersedia iklim yang
memunkinkan otonomi individu terjaga.
10.  Supermasi hukum
Penghargaan terhadap supermasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan, keadilan harus
diposisikan secara netral, artinya tidak ada pengecualian untuk memperoleh kebenaran di atas
hukum. 
Sumber :

Pengertian Politik, Strategi, dan Politik Strategi Nasional

Pengertian Politik
Kata politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu "Politeai". 
"Politeai" berasal dari kata "polis" yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara dan "teai" yang berarti urusan. 
Bahasa Indonesia menerjemahkan dua kata Bahasa Inggris yang berbeda yaitu "politics" dan "policy" menjadi satu kata yang sama yaitu politik. 
Politics adalah suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan atau cita-cita tertentu. 
Policy diartikan kebijakan, adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan yang dianggap dapat lebih menjamin tercapainya suatu usaha, cita-cita atau keinginan atau tujuan yang dikehendaki. 
Politik secara umum adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem tersebut dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut, meliputi Pengambilan Keputusan (decision making), mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan Kebijaksanaan-kebijaksanaan Umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian dari sumber-sumber dan resources yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu perlu memiliki kekuasaan (power) dan wewenang (authority), yang digunakan untuk membina kerjasama dan untuk menyelesaikan konflik yang timbul dalam proses ini. Hal itu dilakukan baik dengan cara meyakinkan (persuasif) maupun paksaan (coercion). Tanpa adanya unsur paksaan maka kebijaksanaan hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka. 
Dari uraian tersebut diatas, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan : 
- Negara 
- Kekuasaan 
- Pengambilan Keputusan 
- Kebijakan 
- Distribusi dan alokasi sumber daya 

1. Negara 
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Boleh dikatakan negara merupakan bentuk masyarakat yang paling utama dan negara merupakan organisasi politik yang paling utama dalam suatu wilayah yang berdaulat. 

2. Kekuasaan 
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya. Dalam politik perlu diperhatikan bagaimana kekuasaan itu diperoleh, dilaksanakan dan dipertahankan. 

3. Pengambilan Keputusan 
Pengambilan Keputusan sebagai aspek utama dari politik, dan dalam pengambilan keputusan perlu diperhatikan siapa pengambil keputusan itu dan untuk siapa keputusan itu dibuat. Jadi politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum. Keputusan yang diambil menyangkut sektor publik dari suatu negara. 

4. Kebijakan Umum 
Kebijakan (policy) merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil seseorang atau kelompok politik dalam rangka memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Dasar pemikirannya adalah bahwa masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama pula oleh karena itu diperlukan rencana yang mengikat yang dirumuskan dalam kebijakan-kebijakan oleh pihak yang berwenang. 

5. Distribusi 
Distribusi adalah pembagian dan penjatahan nilai-nilai (Values) dalam masyarakat. 
Nilai adalah sesuatu yang diinginkan, atau yang penting dengan demikian nilai harus dibagi secara adil. Jadi politik itu membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara mengikat. 

Pengertian Strategi 
Kata strategi berasal dari kata "strategia" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "the art of general" atau seni seorang panglima yang biasa digunakan dalam peperangan. 
Karl Von Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Sedangkan perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik. 
Dalam abad modern sekarang ini penggunaan kata strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan saja, akan tetapi sudah digunakan secara luas termasuk dalam ilmu ekonomi maupun di bidang olah raga. 
Arti strategi dalam pengertian umum adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau tercapainya suatu tujuan termasuk politik. 
Dengan demikian kata strategi tidak hanya menjadi monopoli para jenderal atau bidang militer saja, tetapi telah meluas ke segala bidang kehidupan. Strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu yang menggunakan dan mengembangkan kekuatan-kekuatan (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 
Pengertian Politik Dan Strategi Nasional (Polstranas) 
Pengertian Politik Nasional 
Politik Nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan dan pengendalian) serta penggunaan secara kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional. 
Dalam melaksanakan politik nasional maka disusunlah strategi nasional. Misalnya strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. 
Strategi Nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran-sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional. 
Dasar Pemikiran Penyusunan Politik Dan Strategi Nasional 
Dasar pemikirannya adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. 
Landasan pemikiran dalam sistem manajemen nasional ini penting artinya karena didalamnya terkandung dasar negara, cita-cita nasional dan konsep strategis bangsa Indonesia. 
Penyusunan Politik Dan Strategi Nasional 
Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD 1945. Sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat dimana jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 disebut sebagai "Suprastruktur Politik", yaitu MPR, DPR, Presiden, BPK dan MA. Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai "Infrastruktur Politik", yang mencakup pranata-pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penenkan (pressure group). Antara suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang. 
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat suprastruktur politik diatur oleh Presiden (mandataris MPR). Dalam melaksanakan tugasnya ini presiden dibantu oleh lembaga-lembaga tinggi negara lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan koordinasi seperti Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, Dewan Tenaga Atom, Dewan Penerbangan dan antariksa Nasional RI, Dewan Maritim, Dewan Otonomi Daerah dan dewan Stabitas Politik dan Keamanan. 
Sedangkan proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politik dilakukan setelah Presiden menerima GBHN, selanjutnya Presiden menyusun program kabinetnya dan memilih menteri-menteri yang akan melaksanakan program kabinet tersebut. Program kabinet dapat dipandang sebagai dokumen resmi yang memuat politik nasional yang digariskan oleh presiden. 
Jika politik nasional ditetapkan Presiden (mandataris MPR) maka strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen sesuai dengan bidangnya atas petunjuk dari presiden.Apa yang dilaksanakan presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan, maka di dalamnya sudah tercantum program-program yang lebih konkrit untuk dicapai, yang disebut sebagai Sasaran Nasional. 
Proses politik dan strategi nasional di infrastruktur politik merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia dalam rangka pelaksanaan strategi nasional yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sos bud dan hankam.Sesuai dengan kebijakan politik nasional maka penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan sebagai sasaran sektoralnya. 
Melalui pranata-pranata politik masyarakat ikut berpartisipasi dalam kehidupan politik nasional. Dalam era reformasi saat ini peranan masyarakat dalam mengontrol jalannya politik dan strategi nasional yang telah ditetapkan MPR maupun yang dilaksanakna oleh presiden sangat besar sekali. Pandangan masyarakat terhadap kehidupan politik, ekonomi, sos bud maupun hankam akan selalu berkembang hal ini dikarenakan oleh: 
- Semakin tingginya kesadaran bermasyarakat berbangsa dan bernegara. 
- Semakin terbukanya akal dan pikiran untuk memperjuangkan haknya. 
- Semakin meningkatnya kemampuan untuk menentukan pilihan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. 
- Semakin meningkatnya kemampuan untuk mengatasi persoalan seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang ditunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
- Semakin kritis dan terbukanya masyarakat terhadap ide-ide baru. 
Stratifikasi Politik Nasional 
Berdasarkan stratifikasi dari politik nasional dalam negara RI, sebagai berikut: 
1. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak. 
a. Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang lingkupnya menyeluruh secara nasional yang mencakup : penentuan UUD, penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan tujuan nasional (national goals) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan puncak ini dilakukan oleh MPR dengan hasil rumusannya dalam berbagai GBHN dengan Ketetapan MPR. 

b. Dalam hal-hal dan keadaan tersebut yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum dalam pasal 10 s/d 15 UUD 1945, maka dalam penentu tingkat kebijakan puncak ini termasuk pula kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh Kepala negara itu dapat dikeluarkan berupa: Dekrit, Peraturan atau Piagam Kepala Negara. 
2. Tingkat Kebijakan Umum. 
a. Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya juga menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah-masalah makro strategis guna mencapai tujuan nasional dalam situasi dan kondisi tertentu. 
Hasil-hasilnya dapat berbentuk : 
- Undang-Undang yang kekuasaan pembuatannya terletak ditangan Presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945 pasal 5 (1))atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. 
- Peraturan Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan Undang-Undang yang wewenang penerbitannya berada di tangan Presiden (UUD 1945 pasal 5 (2)). 
- Keputusan atau Instruksi Presiden yang berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang pengeluarannya berada di tangan Presiden dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional dan perundang-undangan yang berlaku (UUD 1945 pasal 4 (1)). 
- Dalam keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden. 
3. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus. 
Kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area) pemerintah sebagai penjabaran terhadap kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. 
Wewenang kebijakan khusus terletak pada Menteri, berdasarkan dan sesuai dengan kebijakan pada tingkat diatasnya. Hasilnya dirumuskan dalam bentuk Peraturan Menteri atau Instruksi Menteri dalam bidang pemerintahan yang dipertanggungjawabkan kepadanya. Dalam keadaan tertentu dapat dikeluarkan pula Surat Edaran Menteri. 

4. Tingkat Penentu Kebijakan Teknis. 
Kebijakan teknis meliputi penggarisan dalam suatu sektor dibidang utama tersebut diatas dalam bentuk prosedur dan teknis untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan. 
Wewenang pengeluaran kebijakan teknis terletak ditangan Pimpinan Eselon Pertama Departemen Pemerintahan dan Pimpinan Lembaga-Lembaga Non Departemen. Hasil penentuan kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan atau Instruksi Pimpinan Lembaga Non Departemen atau Direktorat Jenderal dalam masing-masing sektor atau segi administrasi yang dipertanggungjawabkan kepadanya. 
Didalam tata laksana pemerintahan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) sebagai pembantu utama Menteri bertugas untuk mempersiapkan dan merumuskan kebijakan khusus Menteri dan Pimpinan Rumah Tangga Departemen. Selain itu Inspektur Jenderal dalam suatu Departemen berkedudukan sebagai Pembantu Utama Menteri dalam penyelenggaraan pengendalian ke dalam Departemen. Ia mempunyai wewenang pula untuk mempersiapkan kebijakan khusus Menteri. 
5. Kekuasaan Membuat Aturan Di Daerah. 
Kekuasaan membuat aturan di daerah dikenal dua macam: 
a. Penentuan kebijakan mengenai pelaksanaan Pemerintahan Pusat di daerah yang wewenang pengeluarannya terletak pada Gubernur, dalam kedudukannya sebagai Wakil Pemerintahan Pusat Di Daerah yuridiksinya masing-masing, bagi daerah tingkat I pada Gubernur dan bagi daerah tingkat II pada Bupati atau Wali Kota. Perumusan hasil kebijakan tersebut dikeluarkan dalam keputusan dan instruksi Gubernur untuk propinsi dan instruksi Bupati atau Wali Kota untuk kabupaten atau kota madya. 
b. Penentuan kebijakan pemerintah daerah (otonom) yang wewenang pengeluarannya terletak pada Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD. Perumusan hasil kebijakan tersebut diterbitkan sebagai kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah Tingkat I atau II, keputusan dan instruksi Kepala Daerah Tingkat I atau II. 
Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, maka jabatan Gubernur dan Bupati atau Wali Kota dan Kepala Daerah Tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atau Wali Kota/Kepala Daerah Tingkat II. 
 2.2Politik Pembangunan Nasional dan Manajemen Nasional

2.2.1 Makna Pembangunan Nasional
Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, serta kukuh kekuatan moral dan etikanya. Tujuan pembangunan nasional itu sendiri adalah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahreraan seluruh bangsa Indonesia. Dan pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan ranggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Maksudnya adalah setiap warga negara Indonesia harus ikut serta dan berperan dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan profesi dan kemampuan masing-masing.
Keikursertaan setiap warga negara dalam pembangunan nasional dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti mengikuti program wajib belajar, membayar pajak, melestarikan lingkungan hidup, mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, menjaga ketertiban dan keamanan, dan sebagainya.
Pembangunan nasional mencakup hal-hal yang bersifat lahiriah maupun batiniah yang selaras, serasi, dan seimbang. Itulah sebabnya pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang seutuhnya, yakni sejahtera lahir dan batin.
Pembangunan yang bersifat lahiriah dilaksanakan untuk memenuhikebutuhan hajat hidup fisik manusia, misalnya sandang, pangan, perumahan, pabrik, gedung perkantoran, pengairan, sarana dan prasarana transportasi dan olahraga, dan sebagainya. Sedangkan contoh pembangunan yang bersifat batiniah adalah pembangunan sarana dan prasarana ibadah, pendidikan, rekreasi, hiburan, kesehatan, dan sebagainya. Untuk mengetahui bagaimana proses pembangunan nasional itu berlangsung, kita harus memahami manajemen nasional yang te-rangkai dalam sebuah sistem.

2.2.2. Manajemen Nasional
Manajemen nasional pada dasarnya merupakan sebuah sistem, sehingga lebih tepat jika kita menggunakan istilah “sistem manajemen nasional”. Layaknya sebuah sistem, pembahasannya bersifat komprehensif-strategis-integral. Orientasinya adalah pada penemuan dan pengenalan (identifikasi) faktor-faktor strategis secara menyeluruh dan terpadu. Dengan demikian sistem manajemen nasional dapat menjadi kerangka dasar, landasan, pedoman dan sarana bagi perkembangan proses pembelajaran {learning process) maupun penyempurnaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum maupun pembangunan.
Pada dasarnya sistem manajemen nasional merupakan perpaduan antara tata nilai, struktur, dan proses untuk mencapai kehematan, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam menggunakan sumber dana dan daya nasional demi mencapai tujuan nasional. Proses penyelenggaraan yang serasi dan terpadu meliputi siklus kegiatan perumusan kebijaksanaan (policy formulation), pelaksanaan kebijaksanaan (policy implementation), dan penilaian hasil kebijaksanaan (policy evaluation) terhadap berbagai kebijaksanaan nasional.
Secara lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa sebuah sistem sekurang-kurangnya harus dapat menjelaskan unsur, struktur, proses, rungsi serta lingkungan yang mempengaruhinya.
a. Unsur, Struktur dan Proses
Secara sederhana, unsur-unsur utama sistem manajemen nasional dalam bidang ketatanegaraan meliputi:
1) Negara sebagai “organisasi kekuasaan” mempunyai hak dan peranan atas pemilikan, pengaturan, dan pelayanan yang diperlukan dalam mewujudkan cita-cita bangsa, termasuk usaha produksi dan distribusi barang dan jasa bagi kepentingan masyarakat umum (public goods and services).
2) Bangsa Indonesia sebagai unsur “Pemilik Negara” berperan dalam menentukan sistem nilai dan arah/haluan/kebijaksanaan negara yang digunakan sebagai landasan dan pedoman bagi penyelenggaraan fungsi-fungsi negara.
3) Pemerintah sebagai unsur “Manajer atau Penguasa” berperan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan umum dan pembangunan ke arah cita-cita bangsa dan kelangsungan serta pertumbuhan negara.
4) Masyarakat adalah unsur “Penunjang dan Pemakai” yang berperan sebagai kontributor, penerima, dan konsumen bagi berbagai hasil kegiatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan tersebut di atas.
Sejalan dengan pokok pikiran di atas, unsur-unsur utama SISMENNAS tersebut secara struktural tersusun atas empat tatanan (setting). Yang dilihat dari dalam ke luar adalah Tata Laksana Pemerintahan (TLP), Tata Administrasi Negara (TAN), Tata Politik Nasional (TPN), dan Tata Kehidupan Masyarakat (TKM). Tata laksana dan tata administrasi pemerintahan merupakan tatanan dalam (inner setting) dari sistem manajemen national (SISMENNAS).
Dilihat dari sisi prosesnya, SISMENNAS berpusat pada satu rangkaian pengambilan keputusan yang berkewenangan, yang terjadi pada tatanan dalam TAN dan TLR. Kata kewenangan di sini mempunyai konotasi bahwa keputusan-keputusan yang diambil adalah berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh si pemutus berdasarkan hukum. Karena itu, keputusan-keputusan itu bersifat mengikat dan dapat dipaksakan (compulsory) dengan sanksi-sanksi atau dengan insentif dan disinsentif tertentu yang ditujukan kepada seluruh anggota masyarakat. Karena itu, tatanan dalam (TAN+TLP) dapat disebut Tatanan Pengambilan Berkewenangan (TPKB).
Penyelenggaraan TPKB memerlukan proses Arus Masuk yang dimulai dari TKM lewat TPN. Aspirasi dari TKM dapat berasal dari rakyat, baik secara individual maupun melalui organisasi kemasyarakatan, partai politik, kelompok penekan, organisasi kepentingan, dan pers. Masukan ini berintikan kepentingan Rakyat. Rangkaian kegiatan dalam TPKB menghasilkan berbagai keputusan yang terhimpun dalam proses Arus Keluar yang selanjutnya disalurkan ke TPN dan TKM. Arus Keluar ini pada dasarnya merupakan tanggapan pemerintah terhadap berbagai tuntutan, tantangan, serta peluang dari lingkungannya. Keluaran tersebut pada umumnya berupa berbaeai kebiiaksanaan yang lazimnya dituangkan ke dalam bentuk-bentuk perundangan/ peraturan yang sesuai dengan permasalahan dan klasifikasi kebijaksanaan serta instansi yang mengeluarkannya.
Sementara itu, terdapat suatu proses umpan balik sebagai bagian dari siklus kegiatan fungsional SISMENNAS yang menghubungkan Arus Keluar dengan Arus Masuk maupun dengan Tatanan Pengambilan Keputusan Berkewenganan (TPKB). Dengan demikian secara prosedural SISMENNAS merupakan satu siklus yang berkesinambungan.
Secara sederhana unsur-unsur utama sistem manajemen nasional dalam bidang ketatanegaraan meliputi :
a. Negara
Sebagai organisasi kekuasaan, negara mempunyai hak dan kepemilikan, pengaturan dan pelayanan dalam mewujudkan cita-cita bangsa.

b. Bangsa Indonesia
Sebagai unsur pemilik negara, berperan menentukan sistem nilai dan arah/haluan negara yang digunakan sebaga landasan dan pedoman bagi penyelenggaraan fungsi negara.

c. Pemerintah
Sebagai unsur manajer atau penguasa, berperan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan umum dan pembangunan kearah cita-cita bangsa dan kelangsungan serta pertumbuhan negara.

d. Masyarakat
Sebagai unsur penunjang dan pemakai, berperan sebagai kontributor, penerima dan konsumen bagi berbagai hasil kegiatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan.

2.2 Sistem Konstitusi Nasional
Konstitusi berasal dari bahasa Perancis “Cons tituer” yang berarti membentuk. Maksud dari istilah tersebut adalah pembentukan, penyusunan atau pernyataan akan suatu negara. Dalam bahasa Latin, konstitusi merupakan gabungan dua kata “Cume” berarti “bersama dengan ….” Dan “Sta tuere” berarti: “membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan, menetapkan sesuatu”. Sedangkan Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan dari istilah Belanda “Grondwet”. “Grond” berarti tanah atau dasar, dan“Wet” berarti Undang-Undang.
Menurut istilah, konstitusi adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Konstitusi pada umumnya bersikat kodifikasi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal). namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi. Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi.
Menurut F. Lasele konstitusi dibagi menjadi 2 pengertian, yakni:
1. Sosiologis dan politis. Secara sosiologis dan politis, konstitusi adalah sintesa faktor-faktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat.
2. Yuridis. Secara yuridis konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.

b. Fungsi Sistem Manajemen Nasional
Fungsi di sini dikaitkan dengan pengaruh, efek atau akibat dari terselenggaranya kegiatan terpadu sebuah organisasi atau sistem dalam rangka pembenahan (adaptasi) dan penyesuaian (adjustment) dengan tata lingkungannya untuk memelihara kelangsungan hidup dan mencapai tujuan-tujuannya. Dalam proses melaraskan diri serta pengaruh-mempengaruhi dengan lingkungan itu, SISMENNAS memiliki fungsi pokok: “pemasyarakatan politik.” Hal ini berarti bahwa segenap usaha dan kegiatan SISMENNAS diarahkan pada penjaminan hak dan penertiban kewajiban rakyat. Hak rakyat pada pokoknya adalah terpenuhinya berbagai kepentingan. Sedangkan kewajiban rakyat pada pokoknya adalah keikutsertaan dan tanggung jawab atas terbentuknya situasi dan kondisi kewarganegaraan yang baik, di mana setiap warga negara Indonesia terdorong untuk setia kepada negara dan taat kepada falsafah serta peraturan dan perundangannya.
Dalam proses Arus Masuk terdapat dua fungsi, yaitu pengenalan kepentingan dan pemilihan kepemimpinan. Fungsi pengenalan kepentingan adalah untuk menemukan dan mengenali serta merumuskan berbagai permasalahan dan kebutuhan rakyat yang terdapat pada struktur Tata Kehidupan Masyarakat (TKM). Di dalam Tata Politik Nasional (TPN) permasalahan dan kebutuhan tersebut diolah dan dijabarkan sebagai kepentingan nasional.
Pemilihan kepemimpinan berfungsi memberikan masukan tentang tersedianya orang-orang yang berkualitas untuk menempati berbagai kedudukan dan jabatan tertentu dan menyelenggarakan berbagai tugas dan pekerjaan dalam rangka TPKB.
Pada Tatanan Pengambilan Keputusan Berkewenangan (TPKB), yang merupakan inti SISMENNAS, fungsi-fungsi yang mentransformasikan kepentingan kemasyarakatan maupun kebangsaan yang bersifat politis terselenggara ke dalam bentuk-bentuk administratif untuk memudahkan pelaksanaannya serta meningkatkan daya guna dan hasil gunanya. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1) Perencanaan sebagai rintisan dan persiapan sebelum pelaksanaan, sesuai kebijaksanaan yang dirumuskan.
2) Pengendalian sebagai pengarahan, bimbingan, dan koordinasi selama pelaksanaan.
3) Penilaian untuk membandingkan hasil pelaksanaan dengan keinginan setelah pelaksanaan selesai.
Ketiga fungsi TPKB tersebut merupakan proses pengelolaan lebih lanjut secara strategis, manajerial dan operasional terhadap berbagai keputusan kebijaksanaan. Keputusan-keputusan tersebut merupakan hasil dari fungsi-fungsi yang dikemukakan sebelumnya, yaitu fungsi pengenalan kepentingan dan fungsi pemilihan kepemimpinan yang ditransformasikan dari masukan politik menjadi tindakan administratif.
Pada aspek arus keluar, SISMENNAS diharapkan menghasilkan:
1) Aturan, norma, patokan, pedoman, dan Iain-lain, yang secara singkat dapat disebut kebijaksanaan umum (public policies).
2) Penyelenggaraan, penerapan, penegakan, maupun pelaksanaan berbagai kebijaksanaan nasional yang lazimnya dijabarkan dalam sejumlah program dan kegiatan.
3) Penyelesaian segala macam perselisihan, pelanggaran, dan penyelewengan yang timbul sehubungan dengan kebijaksanaan umum serta program tersebut dalam rangka pemeliharaan tertib hukum.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pada arus keluar SISMENNAS memiliki tiga fungsi utama berikut: pembuatan aturan (rule making), penerapan aturan (rule aplication), dan penghakiman aturan (rule adjudication) yang mengandung arti penyelesaian perselisihan berdasarkan penentuan kebenaran peraruran yang berlaku.
Pembangunan Daerah.
1.Secara umum Pembangunan Daerah adalah sebagai berikut :
a.    Mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat, serta seluruh masayrakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.    Melakukan pengkajian tentang berlakunya otonomi daerah bagi daerah propinsi, daerah kabupaten, daerah kota dan desa.
c.    Mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah serta memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan ekonomi daerah.
d.    Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana, pembangunan sistem agribisnis, indutri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan kelembagaan penguasaan teknologi, dan pemanfaatan sumber daya alam.
e.    Mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi perizinan dan investasi serta pengelolaan sumber daya.
Memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya guna
f.    Memantapkan penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
g.    Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah sesuai dengan potensi dan kepentingan daerah melalui penyediaan anggaran pendidikan yang memadai.
h.    Meningkatkan pembangunan di seluruh daerah terutama di kawasan timur Indonesia, daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya dengan berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.

Visi Pembangunan Nasional

1.       Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara yang aman bersatu, rukun, dan damai;
2.       Terwujudnya masyarakat, bangsa, dan Negara yang menjunjung tinggi hukun, kesetaraan dan hak asasi manusia; serta
3.       Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak, serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.

 Misi Pembanggunan Nasional

1.       Mewujudkan Indonesia yang amna dan damai
2.       Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; serta
3.       Mewujudkan Indonesia yang sejahtera.
Sumber: