Puisi : Manusia dan Tanggung Jawab

Kegelisahan dan Tanggung Jawab Seorang Anak
                                                                                                            Karya : Ahmad Pradipta

Rasa kesepian yang ku alami
Serta, Rasa bersalah yang telah menggunung ini
Membawa jiwa ini jatuh kedalam rasa kegelisahan
Rasa kegelisahan yang sangat dalam dan sangat sulit untuk merubahnya

Ya!
Sangat sulit untuk merubahnya menjadi sebuah rasa ketenangan
Apakah jiwa ku ini penuh dengan kegelapan?
Atau, apakah kegelisahan ini akan hilang tanpa bekas?

Semua pertanyaan itu hanya dapat dijawab oleh diriku sendiri
Ya, jawaban dari semua itu hanya membutuhkan sebuah tanggung jawab
Mengapa aku katakan “Hanya membutuhkan sebuah tanggung jawab”?
Memang kedengarannya mudah untuk kita laksanakan

Tapi,
Tanggung jawab itu bukan hanya sekedar ucapan
Tanggung jawab itu adalah sebuah kewajiban
Tanggung jawab itu butuh pengorbanan
Serta, tanggung jawab itu butuh kemauan dan keberanian

Meski sulit dilaksanakan, tanggung jawab harus tetap ada didalam hidup kita
Akupun yakin, aku dapat menjalankan semua tanggung jawab itu
Percayalah!
itu akan merubah kita
Menjadi orang yang lebih bermakna

MANUSIA dan KEADILAN

MANUSIA DAN KEADILAN
A.    Pengertian Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Kong Hu Cu berpendapat lain : keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Penndapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadila adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yanng sama dari kekayaan bersama.
B.     Keadilan Sosial
Berbicara tentang keadilan, Anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah pancasila. Sia kelima pancasila, berbunyi : “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
            Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “Tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu nampak adanya pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia” menulis sebagai berikut “Keadilan Sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan indonesia yang adil dan makmur”. Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata.
Panitia Ad – Hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1996 memberikan perumusan sebagai berikut :
Sila keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi dan kebudayaan”.
Dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut :
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia manusia indonesia manyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat indonesia”.

Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1)      Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2)      Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak oranng lain.
3)      Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4)      Sikap suka bekerja keras
5)      Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan, yaitu :
1.      Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang, dan perumahan.
2.      Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3.      Pemerataan pembagian pendapatan.
4.      Pemerataan kesempatan kerja.
5.      Pemeratan kesempata berusaha.
6.      Pemerataan kesempatan berpartsipasi dalam pembanngunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7.      Pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh wilayah tanah air.
8.      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan / ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia.
C.    Berbagai Macam Keadilan
a.      Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat da menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (The man behind the gun).pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik mennurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu.
Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian.


b.      Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally).
c.       Keadilan Komulatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
d.      Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedangkan kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedangkan keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta menyucikan lagi pula membuat luhurnya budi pekerti. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan pula berdusta, walaupun dustamu dapat menguntungkanmu.
Barangsiapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.
Orang bodoh yang jujur lebih baik daripada orang pandai yang lancung. Barangsiapa tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati janji dan kesanggupannya, termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima belas kasihan Tuhan.
Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
Adapun Kesadaran Moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk.
Kejujuran bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut M.Alamsyah dalam bukunya Budi Nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran. Ketulusan dalam meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran Illah. (M.Alamsyah, 1986:83). Nurani yang diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan, dan atas diri keyakinannya maka seseorang diketahui kepribadiannya.
Bertolak ukur hati nurani, seseorang dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitu perasaan yang dihayati bila ia harus menentukan pilihan apakah hal itu baik atau buruk, benar atau salah. Hati nurani bertindak sesuai dengan norma-norma kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus menerus berpikir atau bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan selalu mengalami konflik batin, ia akan terus mengalami ketegangan dan sifat kepribadiannya yang semestinya tunggal jadi terpecah. Keadaan demikian sangat mempengaruhi pada jasmani maupun rokhaninya yang menimbulkan penyakit psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain wujudnya sebagai kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidakadilan. Nilai-nilai etis ini dikaitkan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Selain nilai etis yang ditujukan kepada sesama manusia, hati nurani berkaitan erat juga dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Manusia yang memiliki budi nurani yang amat peka dalam hubungannya dengan Tuhan adalah manusia agama yang selalu ingat kepada-Nya sebagai Sang pencipta, selalu mematuhi apa yang diperintahkannya, berusaha untuk tidak melanggar laranganNya, selalu mensyukuri apa yang di berikan-Nya, selalu merasa dirinya berdosa bila tidak menurut apa yang digariskan-Nya, akan selalu gelisah tidur bila belum menjalankan ibadah untuk-Nya.
Berbagai hal yang menyebabkan orang berbuat tidak jujur, mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh lingkungan, karena sosial ekonomi, terpaksa ingin populer, karena sopan santun dan untuk mendidik.
Mochtar Lubis dalam bukunya Jalan Tak Ada Ujung, menggambarkan Guru Isa yang memiliki dasar kejujuran, pada suatu waktu karena desakan ekonomi berbuat curang juga.
Dalam kehidupan sehari-hari jujur atau tidak jujur merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.
Bagi seniman kejujuran dan ketidakjujuran membangkitkan daya kreatifitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari kandungan peristiwa atau kasus ketidakjujuran. Hal ini, karena dengan mengkomunikasikan hal yang sebaliknya manusia akan terangsang untuk berbuat jujur.
e.       Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha. Yang dimaksud keuntungan disini adalah keuntungan yang berupa materi.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat di sekelilingnya hidup menderita.
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peadaban, dan aspek teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digrogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik buruk Pujowiyatno dalam bukunya “filsafat sana-sini” menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang misalnya berbohong, menipu dan lain-lain adalah bersifat buruk. Lawan  buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada diri manusia seakan-akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya.
f.       Pemulihan Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama oranng hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela.
Ada pribahasa berbunyi “daripada berputih, mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu. Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nywa mejadi taruhannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “jagalah nama keluargamu!”. Dengan menyebut “nama” berarti sudah mengandung arti “nama baik”. Ada pula pesan orang tua “jangan membuat malu” pesan itu juga berarti menjaga nama baik. Orang tua yang menghadapi anaknya yang sudah dewasa sering kali berpesan “laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kau laksanakan apa yang kau anggap tidak baik!”. Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga.
Penjaga nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku dan perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.
Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
a)      Manusia menurut sifat dasarya adalah makhluk moral.
b)      Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya: bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.
Akhlak berasal dari bahasa arab akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. Untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak yang baik.
Ada tiga macam godaan yaitu derajat / pangkat, harta dan wanita. Bila orang tidak dapat menguasai hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus ke jurang kenistaan karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta dan wanita itu dengan mempergunakan jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara lain, fitnah, membohong, suap dan menempuh semua jalan yang diharamkan.
Hawa nafsu dan angan-angan bagaikan sungai dan air. Hawa nafsu yang tidak tersalurkan melalui sungai yang baik, yang benar, akan meluap kemana-mana yang akhirnya sangat berbahaya. Menjerumuskan manusia ke lumpur dosa.
Ada godaan halus, yang dalam bahasa jawa, adigang, adigung, adiguna, yaitu membanggakan kekuasaan, kebesarannya dan kepandaiannya. Semua itu mengandung arti kesombongan.
Untuk memulihkan nama baik, manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang, tanpa pamrih, takwa kepada Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil, dan budi luhur selalu dipupuk.
g.      Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun diberikan pembalasan dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka.
Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula.
      Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.
      Oleh karena tiap manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.


Sumber : Nugroho, W. 1996. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Universitas Gunadarma

MANUSIA DAN KEINDAHAN

 MANUSIA DAN KEINDAHAN

A, Keindahan
Kata Keindahan berasal dari kata Indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek, dan sebagainya. Karya seni, pemandangan alam, manusia, rumah, dll adalah contoh benda yang bersifat indah. Kawasan keindahan bagi manusia sangat luas, tergantung dengan perkembangan peradaban teknologi, sosial, dan budaya. Karena itu, keindahan merupakan bagian hidup manusia serta keindahan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dimanapun dan kapan pun.
Keindahan identik dengan kebenaran. Keindahan kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya itu mempunyai nilai yang sama yaitu abadi dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Yang tidak menganduk kebenaran berarti tidak indah. Salah satunya adalah lukisan monalisa yang dimana dasarnya tidak benar atau bisa dikatakan lukisan monalisa tidak indah.
Keindahan bersifat Universal, yang artinya tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan atau local.
·         Apakah Keindahan itu??
Keindahan adalah suatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu akan enak dinikmati dengan jelas apabila dihubungkan dengan suatu bentuk, dimana dengan adanya bentuk keindahan dapat berkomunikasi.
Menurut The Liang Gie dalam bukunya “Garis besar estetika”. Menurut asal katanya, dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata “beautiful” dalam bahasa Prancis “beau”, sedangkan bahasa Italia dan Spanyol “bello” yang berasal dari bahasa latin “bellum”.
Menurut cakupannya orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu kwalita abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk perbedaan ini dalam bahasa inggris sering dipergunakan istilah beauty (keindahan) dan the beautiful (benda atau hal yang indah). Dalam pembatasan filsafat kedua pengertian itu kadang kadang dicampuradukkan saja. Disamping itu terdapat pula perbedaan menurut luasnya pengertian, yakni :
a.       Keindahan dalam arti yang luas
b.      Keindahan dalam arti estetis murni
c.       Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan
Keindahan dalam arti luas merupakan pengertian semula dari bangsa yunani dulu yang didalamnya tercakup pula kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedangkan aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah dan kebajikan yanng indah. Tapi bangsa yunani juga mengenal pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya “symmetria” untuk keindahan berdasarkan penglihatan dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran. Jadi pengertian keindahan yang seluas luasnya meliputi :
a.       Keindahan seni
b.      Keindahan alam
c.       Keindahan moral
d.      Keindahan intelektual
Keindahan dalam arti estetis murni menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnnya. Sedanngkan keindahan dalam arti terbatas lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda benda yang dicerapnya dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan warna.
Ciri ciri umum yang ada pada semua benda yanng dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri ciri atau kwalita hakiki itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kwalitas yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
Dari ciri tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari berbagai keselarasan dan kebaikan dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Ada pula yanng berpendapat, bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang selaras dalam suatu benda dan di antara benda itu dengan si pengamat.
Filsuf dewasa ini merumuskan keindahan sebagai kesatuan hubungan yang terdapat antara pencerapan-pencerapan inderawikita (beauty is unity of formal relations of our sense perceptions).
Sebagian filsuf lain menghubungkan pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure), yang merupakan sesuatu yang menyenangkan terhadap pennglihatan atau pendengaran. Filsuf abad pertengahan Thomas Aquinos (1225-1274) mengatakan bahwa keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.

b) . NILAI ESTETIK
dalam rangka teori umum tentang nilai The Liang gie menjelaskan bahwa pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang  tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Jadi, apakah nilai estetik itu ? dalam bidang fisafat, istilah nilai seringkali dipakai sebagai suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Dalam dictionary of sociology and ralated sciences diberikan perumusan tentang value yang lebih terinci lagia sebagai berikut :
The bellieved capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of any object which causes it to be on interest to an individual or a group”. (kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk memuaskan suatu keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau sesuatu golongan).
Menurut kamus itu selanjutnya nilai adalah semata-mata suatu realita psikologis yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat pada sesuatu benda sampai terbukti ketakbenarannya.
Nilai ada yang membedakan antara nilai subyektif dan nilai obyektif, atau ada juga yang membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi penggolongan yang penting adalah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik.
 Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (instrumental/contributory value), yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu. Nilai instrinsik adalah sifat baik dari benda yang besangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri.
Contoh :
Puisi bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu disebut nilai ekstrinsik. Sedangkan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca malalui (alat benda) puisi itu disebut nilai instrinsik.

c). KONTEMPLASI DAN EKSTANSI
keindahan dapat dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan yang didasrkan pada selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah. Apabila keduannya dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia, maka akan terjadi penilaian bahwa sesuatu yang indah. Sesuatu  yang indah itu memikat atau menarik perhatian orang yang melihat dan mendengar. Bentuk diluar diri manusia itu berupa karya budaya yaitu karya seni lukis, seni suara, seni tari, seni sastra, seni drama dan film, atau berupa ciptaan Tuhan misalnya pemandangan alam, bunga warna-warni, dan lain-lain.
Apabila kontemplasi dan ekstansi itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi itu faktor pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi itu merupakan faktor pendorong untuk merasakan, menikmati keindahan. Karena drajad kontemplasi dan ekstansi itu berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan terhadap keindahan karya seni juga berbeda-beda.

d). APA SEBAB MENUSIA MENCIPTAKAN KEINDAHAN ?
keindahan pada dasarnya adalah ilmiah. Alam ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa keindahan itu ciptaan Tuhan. Alamiah artinya wajar, tidak berlebihan tidan pula kurang.
Penngungkapan keindahan dalam karya seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan tertentu pula. Motivasi itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai penderitaan hidup mmanusia, mengenai kemrosotan moral, mengenai perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, mengenai keagungan Tuhan, dan sebagainya. Tujuannya tentu saja dilihat dari segi nilai kehidupan manusia, martabat manusia, kegunaan bagi manusia secara kodrati. Berikut ini alasan/motivasi dan tujuan seniman menciptakan keindahan.
1)      Tata nilai yang telah usang
Tata nilai yanng terjelma dalam adat istiadat ada yanng sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan, sehingga dirasakan sebagai hambatan yang merugikan dan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya kawin paksa, pingitan, derajad wanita lebih rendah dari derajad laki-laki. Tata nilai semacam ini dipandang sebagai mengurangi nilai moral kehidupan masyarakat, sehingga dikatakan tidak indah. Yanng tidak indah harus disingkirkan dan digantikan dengan yang indah. Yang indah ialah tata nilai yanng menghargai dan mengangkat martabat manusia, misalnya wanita.
2)      Kemrosotan zaman
Keadaan yang merendahkan derajad dan nilai kemanusiaan ditandai dengan kemrosotan morral. Kemrosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan manusia yang bejad terutama dari segi kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini dipenuhinya tanpa menghiraukan ketentuan-ketentuan hukum agama, dan moral masyarakat. Yang demikian itu dikatakan tidak baik, yang tidak baik itu tidak indah. Yang tidak indah itu harus disingkirkan melalui protes yanng antara lain diungkapkan dalam karya seni.
3)      Penderitaan manusia
Banyak faktor yang membuat manusia itu menderita. Tetapi yanng paling menentukan ialah faktor manusia itu sendiri. Manusialah yag membuat oranng menderita sebagai akibat nafsu yang ingin berkuasa, serakah, tidak barhati-hati dan sebagainya.
Keadaan demikian ini tidak mempunyai daya tarik dan tidak menyenangkan, karena nilai kemanusiaan telah diabaikan, dan dikatakan tidak indah. Yang tidak indah itu harus dilenyapkan karena tidak bermanfaat bagi kemanusiaan.
4)      Keagungan Tuhan
Keagungan Tuhan dapat dibuktikan melalui keindahan alam dan keteraturan alam semesta serta kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan ciptaan Tuhan tersebut. Seindah-indah tiruan terhadap ciptaan Tuhan, tidak akan menyamai keindahan ciptaan Tuhan itu sendiri. Kecantikan seorang wanita ciptaan Tuhan membuat kagum seniman Leonardo da Vinci. Karena itu ia berusaha meniru ciptaan Tuhan dengan melukis Monalisa sebagai wanita cantik. Lukisan monalisa sangat terkenal karena menarik dan tidak membosankan.

D)  KEINDAHAN MENURUT PANDANGAN ROMANTIK
            Menurut buku AN Essy on Man (1994), Ems Cassirer mengatakan bahwa arti keindahan itu tidak bisa pernah selesai diperdebatkan. Meskipun demikian, kita dapat menggunakan kata – kata penyair romantik John Keats (1795 – 1821) sebagai pegangan. Dalam Edymion dia berkata : “A thing of beauty is ajoy forever, its loveliness, it will never pass into nothingness”.
Yang artinya adalah “Sesuatu yang indah adalah keriangan selama – lamanya, kemolekannya bertambah, dan tidak pernah berlalu ketiadaan. Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa keindahan hanyalah sebuah konsep yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk.
            Dalam sajak diatas, Keats mengambil bahannya dari Endymion yang terdapat dalam mitologi Yunani Kuno. Endymion adalah seorang gembala yang oleh para dewa diberi keindahan abadi, dia selalu muda, selamanya tidur, dan tidak pernah diganggu oleh siapapun.
            Menurut Keats, orang yang mempunyai konsep Negative Capability, yaitu kemampuan untuk selalu dalam keadaan ragu – ragu, tidak menentu, misterius, tanpa menggangu keseimbangan jiwa, dan tindakannya hanya pikiran serta hatinya yang selalu diliputi keresahan.
            Mengenai keindahan, kita ambil contoh dari Coleridge yang mengutip Shakespeare (1564 – 1616) dalam karyanya “Midsummer Night : Thing base and vile holding no quality / love can transpose to from and dignity”, yaitu sesuatu yang rendah dan tidak mempunyai nilai, dapat berubah menjadi berarti. Inilah yang membuat Coleridge yang mengambil contoh seperti tembakau.
            Pada hakekatnya Negative Capability adalah suatu proses keraguan, ketidak tentuan  dan misteri adalah suatu proses. Proses inilah yang membuat seseorang menjadi kreatif. Sedangkan, bagi orang yang tidak mempunyai Negative Capability dia adalah orang yang tidak kreatif, karena segala sesuatunya sudah jelas, tidak menimbulkan keraguan, dan tidak menciptakan misteri. Bagi Keats, proses kreativitas identik dengan perjuangan untuk menciptakan keindahan atau lebih tepatnya menciptakan sesuatu yang indah.
            Ada persamaan hakiki antara J.Keats dan Coleridge dalam menanggapi hal – hal sesaat. Bagi mereka hal – hal sesaat adalah pelatuk yang meledakkan imajinasi dan imajinasi ini langsung membentuk keindahan.

B. Renungan
            Renungan berasal dari bahasa renung, yang berarti diam – diam memikirkan sesuatu atau memikirkan sesuatu dengan dalam – dalam. Renungan adalah hasil merenung, dalam merenung untuk menciptakan seni ada beberapa teori. Teori – teori itu adalah teori pengungkapan, teori metafisik, dan teori psikologis.
A.    Teori Pengungkapan
Dalil dari teori ini adalah bahwa “Art is an expression of human feeling” (seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia). Teori ini terutama berkaitan dengan apa yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan suatu karya seni.
Tokoh teori ekspresi paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce (1886 – 1952) dengan karyanya yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “Aesthetic as Science of Expression and General Linguistic”. Beliau antara lain mengatakan bahwa “Art is expression of impression” (Seni adalah pengungkapan dari kesan – kesan). Expression sama dengan Intuition, dan intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentang hal – hal individu yang menghasilkan gambaran angan – angan (images). Dengan demikian, pengungkapan itu berwujud sebagai gambaran angan – angan seperti misalnya images warna, garis, dan kata.
B.     Teori Metafisik
Teori seni yang bercorak metafisik merupakan salah satu teori yang tertua, yakni berasal dari Plato yang karya – karyanya untuk sebagian membahas estetik filsafati, peniruan (imitation theory). Dalil dari Plato adalah adanya dunia ide para taraf tertinggi sebagai realita Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi ini merupakan cerminan semu dan mirip realita Ilahi itu.
Dalam zaman modern teori seni lainnya yang juga berorak metafisis dikemukakan oleh filsuf Arthur Schopenhaur (1788 – 1860). Menurut beliau seni adalah suatu bentuk dari pemahaman terhadap realita dan realita yang sejati adalah suatu keinginan yang sementara. Pengetahuan sehari – hari adalah pengetahuan praktis yang berhubungan dengan benda – benda itu, tapi ada pengetahuan yang lebih tinggi kedudukannya yakni yang diperoleh bilamana pikiran diarahkan kepada ide – ide dan merenungkannya demi ide – ide itu sendiri, dalam melalui perenungan semacam ini lahirlah karya seni.
Seniman besar adalah seseoang yang mampu dengan perenungannya itu menembus segi – segi praktis dari benda – benda disekelilingnya dan sampai pada maknanya yang dalam, yakni dengan memahami ide – ide dibaliknya.
C.     Teori Psikologis
Teori – teori metafisis dari para filsuf yang bergerak diatas taraf manusiawi dengan konsepsi – konsepsi tentang ide tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak memuaskan karena terlalu abstrak dan spekulatif.
Suatu teori lain tentang sumber seni adalah teori permainan yang dikembangakan oleh Freedrick Schiller (1757 – 1805) dan Herbert Spencer (1820 – 1903). Menurut Schiller, asal mula seni adalah dorongan batin untuk bermain – main (play impulse) yang ada dalam diri seseorang. Bagi Spencer, permainan itu berperanan untuk mencegah kemampuan – kemampuan mental manusia menganggur dan kemudian menciut karena disia – siakan.
Teori permainan tentang seni tidak sepenuhnya diterima oleh para ahli estetik. Keberatan pokok yang dapat diajukan ialah bahwa permainan merupakan suatu kreasi, padahal seni adalah kegiatan yang serius dan pada dasarnya kreatif.
Sebuah teori lagi yang dapat dimasukkan dalam teori psikologis ialah teori penandaan (signification theory) yang memandang seni sebagai suatu lambang atau tanda dari perasaan manusia. Simbol atau tanda yang menyerupai atau mirip dengan benda yang dilambangkan disebut iconic sign (tanda serupa).

C. Keserasian
            Keserasian berasal dari bahasa serasi dan dari kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran dan seimbang.
Karena itu dalam keindahan ini, sebagian ahli piker menjelaskan bahwa keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualitas atau pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualitas yang paling sering disebut adalah kesatuan (Unity), keselarasan (Harmony), kesetangkupan (Symetry), keseimbangan (Balance), dan keterbalikan (Contrast).
            Filsuf Inggris Herbert Read merumuskan definisi bahwa keindahan adalah kesatuan dan hubungan – hubungan bentuk yang terdapat diantara penerapan – penerapan duniawi kita (beauty is unity of formal relations among our sence – perception). Pendapat lain menganggap pengalaman estetik suatu keselarasan dinamik dari perenungan yang menyenangkan.
a.       Teori Obyektif dan Teori Subyektif
The Liang Gie dalam bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam menciptakan seni ada dua teori yakni teori obyektif dan teori subyektif.
Salah satu persoalan pokok dari teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari keindahan. Pendukung teori obyektif adalah Plato, Hegel, dan Bernard Bocanquat, sedangkan pendukung teori subyektif adalah Henry Home, Earlof Shaffesbury dan Edmund Burke.
Teori obyektif berpendapat bahwa keindahan atau ciri – ciri yang menciptakan nilai estetik adalah sifat (kualitas) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Yang menjadi masalah ialah ciri – ciri khusus manakah yang membuat sesuatu benda menjadi indah atau dianggap bernilai estetik. Pendapat lain menyatakan, bahwa nilai estetik itu tercipta dengan terpenuhinya asas – asas tertentu mengenai bentuk pada sesuatu benda.
Teori subyektif berpendapat bahwa ciri – ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda.
Yang tergolong dalam teori subyektif ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan diantara suatu benda dengan alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya yang berupa menyukai atau menikmati benda itu.
b.      Teori Perimbangan
Teori perimbangan tentang keindahan dari bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam arti yang lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang mengungkapkan dengan angka – angka. Keindahan dianggap sebagai kualitas dari benda – benda yang disusun (yakni mempunyai bagian – bagian). Hubungan itu dinyatakan sebagai perimbangan atau perbandingan angka – angka.
Teori perimbangan berlaku dari abad ke – 5 sebelum masehi sampai abad ke – 17 masehi selama 22 abad. Teori tersebut runtuh karena desakan dari filsafat empirisme dan aliran – aliran termasuk dalam seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan yang subyektif sifatnya.
Para seniman romantik umumnya berpendapatnya bahwa keindahan sesunguhnya tercipta dari tidak adanya keteraturan, yakni tersusun dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Karena itu, tidak mungkin disusun teori umum tentang keindahan.


Sumber : Nugroho, W. 1996. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta