POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL
Otonami daerah
Otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara pengertian
daerah otonom adalah daerah tertentu pada suatu negara yang memiliki
kebebasan dari pemerintah pemerintah pusat di luar daerah tersebut.
Pengertian Otonomi
Daerah menurut Para Ahli
F. Sugeng Istianto
“Hak
dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah”
Ateng Syarifuddin
Ateng Syarifuddin
“Otonomi
mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan
kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang
harus dapat dipertanggungjawabkan”
Syarif Saleh
Syarif Saleh
“Hak
mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang
diperoleh dari pemerintah pusat”
Menurut Benyamin
Hoesein
Otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di
bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah
pusat.
Menurut Philip Mahwood
Otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang memiliki
kewenangan sendiri dimana keberadaannya terpisah dengan otoritas yang
diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber material yang bersifat
substansial mengenai fungsi yang berbeda.
Menurut Mariun
Otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) yang dimiliki oleh
pemerintah daerah yang memungkinkan mereka untuk membuat inisiatif sendiri
dalam rangka mengelola dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh
daerahnya sendiri. Otonomi daerah merupakan kebebasan untuk dapat berbuat
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Menurut Vincent Lemius
Otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) untuk mengambil
atau membuat suatu keputusan politik maupun administasi sesuai dengan peraturan
perundang- undangan. Di dalam otonomi daerah terdapat kebebasan yang dimiliki
oleh pemerintah daerah untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah namun
apa yang menjadi kebutuhan daerah tersebut senantiasa harus disesuaikan dengan
kepentingan nasional sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi”
Pelaksanaan otonomi daerah kini memasuki
tahapan baru setelah direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau lazim
disebut UU Otonomi Daerah (Otda). Perubahan yang dilakukan di UU No. 32 Tahun
2004 bisa dikatakan sangat mendasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah.
Secara garis besar, perubahan yang paling tampak adalah terjadinya
pergeseran-pergeseran kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain. Konsep
otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan
meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan
masyarakat. Tujuan pemberian otonomi tetap seperti yang dirumuskan saat ini
yaitu memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan
peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pemerintah juga tidak lupa untuk lebih
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan
fungsi-fungsi seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan terhadap
masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara
proporsional sehingga saling menunjang.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, digunakan
prinsip otonomi seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat yakni :
a. politik luar negeri,
b. pertahanan dan keamanan,
c. moneter/fiskal,
d. peradilan (yustisi),
e. agama.
Pemerintah pusat berwenang membuat
norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi
dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah
provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan
eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus
urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal.
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945
(Amandemen) disebutkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota,
yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan UU. Tampak nuansa dan rasa adanya hierarki dalam kalimat
tersebut. Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah
diakomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut pengaturan terhadap
regional yang menjadi wilayah tugasnya.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah,
meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah
suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti
pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana
lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait
erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
UU No. 32 Tahun 2004 mencoba mengembalikan
hubungan kerja eksekutif dan legislatif yang setara dan bersifat kemitraan.
Sebelum ini kewenangan DPRD sangat besar, baik ketika memilih kepala daerah,
maupun laporan pertanggungjawaban (LPJ) tahunan kepala daerah. Kewenangan DPRD
itu dalam penerapan di lapangan sulit dikontrol. Sedangkan sekarang, kewenangan
DPRD banyak yang dipangkas, misalnya aturan kepala daerah dipilih langsung oleh
rakyat, DPRD yang hanya memperoleh laporan keterangan pertanggungjawaban, serta
adanya mekanisme evaluasi gubernur terhadap rancangan Perda APBD agar sesuai
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan
fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan
daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang
kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Hubungan kemitraan bermakna bahwa
antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat
kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi
masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja
yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama
lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah
dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam
DPRD dan atau memperoleh dukungan suara dalam Pemilu Legislatif dalam jumlah
tertentu.
Dalam UU No 32 Tahun 2004 terlihat adanya
semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu sisi, pelibatan publik
(masyarakat) dalam pemerintahan atau politik lokal mengalami peningkatan luar
biasa dengan diaturnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Dari anatomi
tersebut, jelaslah bahwa revisi yang dilakukan terhadap UU No. 22 Tahun 1999
dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang selama ini muncul
dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sekilas UU No. 32 tahun 2004 masih menyisakan
banyak kelemahan, tapi harus diakui pula banyak peluang dari UU tersebut untuk
menciptakan good governance (pemerintahan yang baik).
Dasar Hukum
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
- Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan
Daerah dalam Kerangka NKRI.
- Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi
Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
- UU No. 31 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Implementasi dan
keberhasilan POLSTRANAS
Adapun implementasi polstranas dalam
mengantisipasi perkembangan globalisasi kehidupan dan perdagangan bebas dapat
ditinjau dari berbagai bidang kehidupan, antara lain :
· Bidang
Ekonomi
1. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan
yang bertumpuh pada mekanisme pasar yang adil berdasarkan prinsip persingan
sehat.
2. Mengembangkan persingan yang sehat dan
adil serta menghindari terjadinya struktur pasar monopilistik dan berbagai
pasar distortif.
3. Mengupayakan kehidupan yang layak
berdasarkan kemanusian yang adil bagi masyarakat.
4. mengembangkan perekonomian yang
berorientasi global.
5. Melakukan berbagai upaya terpadu untuk
mempercepat proses kemiskinan dan mengurangi pengganguran.
· Bidang
sosial budaya
1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia
dan lingkungan yang saling mendukung.
2. Mengembangkan dan membina kebudayaan
nasioanal.
3. Mengembangkan apresiasi seni dan budaya
tradisional
· Bidang
politik
1. Mempertahankan dan menciptakan kondisi
politik dalam negeri yang kondusif dan menegaskan arah politik luar negeri
Indonesia Yang bebas aktif.
2. Meningkatkan pemanfaatan dan kualitas
komunikasi di berbagai bidang.
3. Memantapkan fungsi, peran dan kedudukan
agama sebagai landasan moral, spritual dan etika.
4. Mengupayakan perluasan dan pemerataan
pendidikan serta peningkatan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat maupun pemerintah.
· Bidang
pertahanan keamanan
1. Menata kembali Tentara Nasional
Indonesia sesuai paradigma baru yang konsisten sekaligus peningkatan
kulitasnya.
2. Mengembangkan kemampuan sistem
pertahanan keamanan rakyat semesta.
KEBERHASILAN POLSTRANAS
Penyelenggaraan pemerintah/Negara dan
setiap warga negara Indonesia/ masyarakat harus memiliki :
1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME
sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Semangat kekeluargaan yang berisikan
kebersamaan, kegotong-royongan, kesatuan dan persatuan melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat guna kepentingan nasional.
3. Percaya diri pada kemampuan dan kekuatan
sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa, sehingga mampu menatap
masa depan yang lebih baik.
4. Kesadaran, patuh dan taat pada hukum
yang berintikan keadilan dan kebenaran sehingga pemerintah/negara diwajibkan
menegakkan dan menjamin kepastian hukum
5. Pengendalian diri sehingga terjadi
keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan antara berbagai
kepentingan.
6. Mental, jiwa, tekad, dan semangat
pengabdian, disiplin, dan etos kerja yang tinggi serta mengutamakan kepentingan
bangsa dan negara.
7. IPTEK, dengan memperhatikan nilai-nilai
agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga memiliki daya saing dan
dapat berbicara dipercaturan global.
Apabila penyelenggara dan setiap
WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka keberhasilan Polstranas
terwujud dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional melalui perjuangan
non fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing. Dengan demikian diperlukan
kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan tetap utuh dan tegapnya NKRI.
Menjelaskan Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat Madani adalah masyarakat yang
beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, serta masyarakat yang maju
dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Itu tadi pengertian umum dari masyarakat madani, berikut ini ada beberapa pengertian masyarakat madani menurut para ahli :
Itu tadi pengertian umum dari masyarakat madani, berikut ini ada beberapa pengertian masyarakat madani menurut para ahli :
· Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani
adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang
ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.
· Menurut Syamsudin Haris, masyarakat madani adalah suatu
lingkup interaksi sosial yang berada di luar pengaaruh negara dan model yang
tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi
sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi
antar warga masyarakat.
· Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah
masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi
Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat berperadaban
dengan ciri antara lain : egaliteran(kesederajatan), menghargai prestasi,
keterbukaan, toleransi dan musyawarah.
· Menurut Ernest Gellner, Civil Society atau Masyarakat
Madani merujuk pada mayarakat yang terdiri atas berbagai institusi non
pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi Negara.
· Menurut Cohen dan Arato, Civil Society atau
Masyarakat Madani adalah suatu wilayah interaksi sosial diantara wilayah
ekonomi, politik dan Negara yang didalamnya mencakup semua kelompok-kelompok
sosial yang bekerjasama membangun ikatan-ikatan sosial diluar lembaga resmi,
menggalang solidaritas kemanusiaan, dan mengejar kebaikan bersama (public
good).
· Menurut Muhammad AS Hikam, Civil Society atau
Masyarakat Madani adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang
terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary),
keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing),dan kemandirian
yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma dan
nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
· Menurut M. Ryaas Rasyid, Civil Society atau
Masyarakat Madani adalah suatu gagasan masyarakat yang mandiri yang
dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang produktif dari kelompok-kelompok
sosial yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan, serta lembaga-lembaga yang saling
berhadapan dengan negara.
Sedangkan Masyarakat Madani dalam Islam bisa
kalian baca dibawah ini.
Istilah masyaakat madani itu sebenarnya merujuk
pada masyarakat Islam yang pernah dibangun nabi Muhammad di negeri Madinah.
Perkataan Madinah dalam bahasa arab dapat dipahami dari dua sudut pengertian.
Pertama, secara konvensional kata madinah dapat bermakna sebagai “kota”, dan
kedua, secara kebahasaan dapat berarti “peradaban”; mskipun di luar ata “madaniyah”
tersebut, apa yang disebut peradaban juga berpadanan dengan kata “tamaddun” dan
“hadlarah”.
Sebelumnya, apa yang dikenal sebagai kota madinah itu adalah daerah yang bernama Yatsrib. Nabi-lah yang kemudian mengubah namanya menjadi Madinah, setelah hijrah ke kota itu. Perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah pada hakikatnya adalah sebuah proklamasi untuk mendirikan dan membangun masyarakat berperadaban di kota itu. Dasar-dasar masyarakat madani inilah, yang tertuang dalam sebuah dokumen “Piagam Madinah” yang didalamnya menyangkut antara lain wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi, tanggung jawab social dan politik, serta pertahanan, secara bersama.
Sebelumnya, apa yang dikenal sebagai kota madinah itu adalah daerah yang bernama Yatsrib. Nabi-lah yang kemudian mengubah namanya menjadi Madinah, setelah hijrah ke kota itu. Perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah pada hakikatnya adalah sebuah proklamasi untuk mendirikan dan membangun masyarakat berperadaban di kota itu. Dasar-dasar masyarakat madani inilah, yang tertuang dalam sebuah dokumen “Piagam Madinah” yang didalamnya menyangkut antara lain wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi, tanggung jawab social dan politik, serta pertahanan, secara bersama.
Ciri-Ciri
Masyarakat Madani
1. Menjunjung tinggi nilai, norma,
dan hukum yang ditopang oleh iman dan teknologi.
2. Mempunyai peradaban yang tinggi
( beradab ).
3. Mengedepankan kesederajatan dan
transparasi ( keterbukaan ).
4. Free public sphere (ruang publik
yang bebas)
Ruang publik yang
diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki
akses penuh terhadap
setiap kegiatan publik, warga negara berhak melakukan kegiatan secara
merdeka dalam
menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan pendapat,
berserikat, berkumpul
serta mempublikasikan informasi kepada publik.
5. Demokratisasi
Menurut Neera Candoke,
masyarakat sosial berkaitan dengan wacana kritik rasional masyarakat
yang secara ekspisit
mensyaratkan tumbuhnya demokrasi., dalam kerangka ini hanya negara
demokratis yang mampu
menjamin masyarakat madani. Demokratisasi dapat terwujud melalui
penegakkan pilar-pilar
demokrasi yang meliputi : 1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 2) Pers
yang bebas 3)
Supremasi hokum 4) Perguruan Tinggi 5) Partai politik
6. Toleransi
Toleransi adalah
kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial
yang berbeda.
Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk
menunjukan sikap
saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh
orang atau kelompok
masyarakat yang lain yang berbeda.
7. Pluralisme
Pluralisme adalah
sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap tulus bahwa masyarakat
itu majemuk.
Kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat tuhan.
8. Keadilan Sosial (Social justice)
Keadilan yang dimaksud
adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak dan
kewajiban setiap warga
dan negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
9. Partisipasi sosial
Partisipasi sosial
yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik bagi terciptany
masyarakat madani.
Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi apabila tersedia iklim yang
memunkinkan otonomi
individu terjaga.
10. Supermasi hukum
Penghargaan terhadap
supermasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan, keadilan harus
diposisikan secara netral,
artinya tidak ada pengecualian untuk memperoleh kebenaran di atas
hukum.
Sumber :