MANUSIA
DAN KEINDAHAN
A, Keindahan
Kata Keindahan berasal
dari kata Indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek, dan sebagainya.
Karya seni, pemandangan alam, manusia, rumah, dll adalah contoh benda yang
bersifat indah. Kawasan keindahan bagi manusia sangat luas, tergantung dengan
perkembangan peradaban teknologi, sosial, dan budaya. Karena itu, keindahan
merupakan bagian hidup manusia serta keindahan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, dimanapun dan kapan pun.
Keindahan identik
dengan kebenaran. Keindahan kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya
itu mempunyai nilai yang sama yaitu abadi dan mempunyai daya tarik yang selalu
bertambah. Yang tidak menganduk kebenaran berarti tidak indah. Salah satunya
adalah lukisan monalisa yang dimana dasarnya tidak benar atau bisa dikatakan
lukisan monalisa tidak indah.
Keindahan bersifat Universal, yang artinya tidak terikat
oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan atau local.
·
Apakah
Keindahan itu??
Keindahan adalah suatu konsep abstrak
yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu akan enak
dinikmati dengan jelas apabila dihubungkan dengan suatu bentuk, dimana dengan
adanya bentuk keindahan dapat berkomunikasi.
Menurut The Liang Gie dalam bukunya “Garis besar estetika”. Menurut asal
katanya, dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata “beautiful” dalam bahasa Prancis “beau”, sedangkan bahasa Italia dan
Spanyol “bello” yang berasal dari
bahasa latin “bellum”.
Menurut
cakupannya orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu kwalita
abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk perbedaan ini dalam
bahasa inggris sering dipergunakan istilah beauty
(keindahan) dan the beautiful (benda
atau hal yang indah). Dalam pembatasan filsafat kedua pengertian itu kadang
kadang dicampuradukkan saja. Disamping itu terdapat pula perbedaan menurut
luasnya pengertian, yakni :
a. Keindahan
dalam arti yang luas
b. Keindahan
dalam arti estetis murni
c. Keindahan
dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan
Keindahan
dalam arti luas merupakan pengertian semula dari bangsa yunani dulu yang
didalamnya tercakup pula kebaikan. Plato
misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedangkan
aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga
menyenangkan. Plotinus menulis
tentang ilmu yang indah dan kebajikan yanng indah. Tapi bangsa yunani juga mengenal
pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya “symmetria” untuk keindahan berdasarkan penglihatan dan harmonia
untuk keindahan berdasarkan pendengaran. Jadi pengertian keindahan yang seluas
luasnya meliputi :
a. Keindahan
seni
b. Keindahan
alam
c. Keindahan
moral
d. Keindahan
intelektual
Keindahan
dalam arti estetis murni menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam
hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnnya. Sedanngkan keindahan dalam
arti terbatas lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda benda yang
dicerapnya dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan warna.
Ciri
ciri umum yang ada pada semua benda yanng dianggap indah dan kemudian
menyamakan ciri ciri atau kwalita hakiki itu dengan pengertian keindahan. Jadi
keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang terdapat
pada suatu hal. Kwalitas yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
Dari
ciri tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari berbagai
keselarasan dan kebaikan dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Ada
pula yanng berpendapat, bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan
yang selaras dalam suatu benda dan di antara benda itu dengan si pengamat.
Filsuf
dewasa ini merumuskan keindahan sebagai kesatuan hubungan yang terdapat antara
pencerapan-pencerapan inderawikita (beauty
is unity of formal relations of our sense perceptions).
Sebagian filsuf lain menghubungkan pengertian
keindahan dengan ide kesenangan (pleasure),
yang merupakan sesuatu yang menyenangkan terhadap pennglihatan atau
pendengaran. Filsuf abad pertengahan Thomas
Aquinos (1225-1274) mengatakan bahwa keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan
bilamana dilihat.
b)
. NILAI ESTETIK
dalam rangka teori umum
tentang nilai The Liang gie
menjelaskan bahwa pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai
seperti halnya nilai moral, nilai ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya.
Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut
nilai estetik.
Jadi, apakah nilai
estetik itu ? dalam bidang fisafat, istilah nilai seringkali dipakai sebagai
suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness).
Dalam dictionary of sociology and ralated
sciences diberikan perumusan tentang value yang lebih terinci lagia sebagai
berikut :
“The bellieved capacity of any object to satisfy a human desire. The
quality of any object which causes it to be on interest to an individual or a
group”. (kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk memuaskan
suatu keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkan menarik
minat seseorang atau sesuatu golongan).
Menurut kamus itu
selanjutnya nilai adalah semata-mata suatu realita psikologis yang harus
dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan
bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat pada
sesuatu benda sampai terbukti ketakbenarannya.
Nilai ada yang
membedakan antara nilai subyektif dan nilai obyektif, atau ada juga yang
membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi penggolongan
yang penting adalah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik.
Nilai
ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana
untuk sesuatu hal lainnya (instrumental/contributory
value), yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu. Nilai instrinsik adalah sifat baik dari
benda yang besangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan
benda itu sendiri.
Contoh :
Puisi bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi,
baris, sajak, irama, itu disebut nilai ekstrinsik. Sedangkan pesan yang ingin
disampaikan kepada pembaca malalui (alat benda) puisi itu disebut nilai
instrinsik.
c).
KONTEMPLASI DAN EKSTANSI
keindahan dapat
dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan yang didasrkan pada
selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah
dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah
dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang
indah. Apabila keduannya dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia, maka
akan terjadi penilaian bahwa sesuatu yang indah. Sesuatu yang indah itu memikat atau menarik perhatian
orang yang melihat dan mendengar. Bentuk diluar diri manusia itu berupa karya
budaya yaitu karya seni lukis, seni suara, seni tari, seni sastra, seni drama
dan film, atau berupa ciptaan Tuhan misalnya pemandangan alam, bunga
warna-warni, dan lain-lain.
Apabila kontemplasi dan
ekstansi itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi itu faktor
pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi itu merupakan faktor
pendorong untuk merasakan, menikmati keindahan. Karena drajad kontemplasi dan
ekstansi itu berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan terhadap
keindahan karya seni juga berbeda-beda.
d).
APA SEBAB MENUSIA MENCIPTAKAN KEINDAHAN ?
keindahan pada dasarnya adalah ilmiah. Alam ciptaan
Tuhan. Ini berarti bahwa keindahan itu ciptaan Tuhan. Alamiah artinya wajar,
tidak berlebihan tidan pula kurang.
Penngungkapan keindahan dalam karya seni didasari
oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan tertentu pula. Motivasi itu dapat
berupa pengalaman atau kenyataan mengenai penderitaan hidup mmanusia, mengenai
kemrosotan moral, mengenai perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, mengenai
keagungan Tuhan, dan sebagainya. Tujuannya tentu saja dilihat dari segi nilai
kehidupan manusia, martabat manusia, kegunaan bagi manusia secara kodrati.
Berikut ini alasan/motivasi dan tujuan seniman menciptakan keindahan.
1) Tata
nilai yang telah usang
Tata
nilai yanng terjelma dalam adat istiadat ada yanng sudah tidak sesuai lagi
dengan keadaan, sehingga dirasakan sebagai hambatan yang merugikan dan
mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya kawin paksa, pingitan, derajad
wanita lebih rendah dari derajad laki-laki. Tata nilai semacam ini dipandang
sebagai mengurangi nilai moral kehidupan masyarakat, sehingga dikatakan tidak
indah. Yanng tidak indah harus disingkirkan dan digantikan dengan yang indah.
Yang indah ialah tata nilai yanng menghargai dan mengangkat martabat manusia,
misalnya wanita.
2) Kemrosotan
zaman
Keadaan
yang merendahkan derajad dan nilai kemanusiaan ditandai dengan kemrosotan
morral. Kemrosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan
manusia yang bejad terutama dari segi kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini
dipenuhinya tanpa menghiraukan ketentuan-ketentuan hukum agama, dan moral
masyarakat. Yang demikian itu dikatakan tidak baik, yang tidak baik itu tidak
indah. Yang tidak indah itu harus disingkirkan melalui protes yanng antara lain
diungkapkan dalam karya seni.
3) Penderitaan
manusia
Banyak
faktor yang membuat manusia itu menderita. Tetapi yanng paling menentukan ialah
faktor manusia itu sendiri. Manusialah yag membuat oranng menderita sebagai
akibat nafsu yang ingin berkuasa, serakah, tidak barhati-hati dan sebagainya.
Keadaan demikian ini tidak
mempunyai daya tarik dan tidak menyenangkan, karena nilai kemanusiaan telah
diabaikan, dan dikatakan tidak indah. Yang tidak indah itu harus dilenyapkan
karena tidak bermanfaat bagi kemanusiaan.
4) Keagungan
Tuhan
Keagungan
Tuhan dapat dibuktikan melalui keindahan alam dan keteraturan alam semesta
serta kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan
Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan ciptaan Tuhan tersebut.
Seindah-indah tiruan terhadap ciptaan Tuhan, tidak akan menyamai keindahan
ciptaan Tuhan itu sendiri. Kecantikan seorang wanita ciptaan Tuhan membuat
kagum seniman Leonardo da Vinci.
Karena itu ia berusaha meniru ciptaan Tuhan dengan melukis Monalisa sebagai
wanita cantik. Lukisan monalisa sangat terkenal karena menarik dan tidak
membosankan.
Menurut
buku AN Essy on Man (1994), Ems Cassirer mengatakan bahwa arti
keindahan itu tidak bisa pernah selesai diperdebatkan. Meskipun demikian, kita
dapat menggunakan kata – kata penyair romantik John Keats (1795 – 1821) sebagai pegangan. Dalam Edymion dia
berkata : “A thing of beauty is ajoy
forever, its loveliness, it will never pass into nothingness”.
Yang artinya adalah “Sesuatu yang indah adalah
keriangan selama – lamanya, kemolekannya bertambah, dan tidak pernah berlalu
ketiadaan. Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa keindahan hanyalah sebuah
konsep yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk.
Dalam
sajak diatas, Keats mengambil
bahannya dari Endymion yang terdapat
dalam mitologi Yunani Kuno. Endymion
adalah seorang gembala yang oleh para dewa diberi keindahan abadi, dia selalu
muda, selamanya tidur, dan tidak pernah diganggu oleh siapapun.
Menurut
Keats, orang yang mempunyai konsep Negative Capability, yaitu kemampuan
untuk selalu dalam keadaan ragu – ragu, tidak menentu, misterius, tanpa
menggangu keseimbangan jiwa, dan tindakannya hanya pikiran serta hatinya yang
selalu diliputi keresahan.
Mengenai
keindahan, kita ambil contoh dari Coleridge
yang mengutip Shakespeare (1564 –
1616) dalam karyanya “Midsummer Night :
Thing base and vile holding no quality / love can transpose to from and dignity”,
yaitu sesuatu yang rendah dan tidak mempunyai nilai, dapat berubah menjadi
berarti. Inilah yang membuat Coleridge
yang mengambil contoh seperti tembakau.
Pada
hakekatnya Negative Capability adalah
suatu proses keraguan, ketidak tentuan
dan misteri adalah suatu proses. Proses inilah yang membuat seseorang
menjadi kreatif. Sedangkan, bagi orang yang tidak mempunyai Negative Capability dia adalah orang
yang tidak kreatif, karena segala sesuatunya sudah jelas, tidak menimbulkan
keraguan, dan tidak menciptakan misteri. Bagi Keats, proses kreativitas identik dengan perjuangan untuk
menciptakan keindahan atau lebih tepatnya menciptakan sesuatu yang indah.
Ada
persamaan hakiki antara J.Keats dan Coleridge dalam menanggapi hal – hal
sesaat. Bagi mereka hal – hal sesaat adalah pelatuk yang meledakkan imajinasi
dan imajinasi ini langsung membentuk keindahan.
B.
Renungan
Renungan
berasal dari bahasa renung, yang berarti diam – diam memikirkan sesuatu atau
memikirkan sesuatu dengan dalam – dalam. Renungan adalah hasil merenung, dalam
merenung untuk menciptakan seni ada beberapa teori. Teori – teori itu adalah teori pengungkapan, teori metafisik, dan
teori psikologis.
A. Teori
Pengungkapan
Dalil dari teori ini adalah bahwa “Art is an expression of human feeling”
(seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia). Teori ini terutama
berkaitan dengan apa yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan suatu
karya seni.
Tokoh teori ekspresi paling terkenal
ialah filsuf Italia Benedeto Croce
(1886 – 1952) dengan karyanya yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “Aesthetic as Science of Expression and
General Linguistic”. Beliau antara lain mengatakan bahwa “Art is expression of impression” (Seni
adalah pengungkapan dari kesan – kesan). Expression sama dengan Intuition, dan
intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentang
hal – hal individu yang menghasilkan gambaran angan – angan (images). Dengan demikian, pengungkapan
itu berwujud sebagai gambaran angan – angan seperti misalnya images warna,
garis, dan kata.
B. Teori
Metafisik
Teori
seni yang bercorak metafisik merupakan salah satu teori yang tertua, yakni
berasal dari Plato yang karya – karyanya untuk sebagian membahas estetik filsafati,
peniruan (imitation theory). Dalil
dari Plato adalah adanya dunia ide
para taraf tertinggi sebagai realita Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat
realita duniawi ini merupakan cerminan semu dan mirip realita Ilahi itu.
Dalam
zaman modern teori seni lainnya yang juga berorak metafisis dikemukakan oleh
filsuf Arthur Schopenhaur (1788 –
1860). Menurut beliau seni adalah suatu bentuk dari pemahaman terhadap realita
dan realita yang sejati adalah suatu keinginan yang sementara. Pengetahuan
sehari – hari adalah pengetahuan praktis yang berhubungan dengan benda – benda
itu, tapi ada pengetahuan yang lebih tinggi kedudukannya yakni yang diperoleh
bilamana pikiran diarahkan kepada ide – ide dan merenungkannya demi ide – ide
itu sendiri, dalam melalui perenungan semacam ini lahirlah karya seni.
Seniman
besar adalah seseoang yang mampu dengan perenungannya itu menembus segi – segi
praktis dari benda – benda disekelilingnya dan sampai pada maknanya yang dalam,
yakni dengan memahami ide – ide dibaliknya.
C. Teori
Psikologis
Teori – teori metafisis dari para filsuf
yang bergerak diatas taraf manusiawi dengan konsepsi – konsepsi tentang ide
tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak memuaskan karena terlalu abstrak
dan spekulatif.
Suatu teori lain tentang sumber seni
adalah teori permainan yang dikembangakan oleh Freedrick Schiller (1757 – 1805) dan Herbert Spencer (1820 – 1903).
Menurut Schiller, asal mula seni adalah dorongan batin untuk bermain – main (play impulse) yang ada dalam diri
seseorang. Bagi Spencer, permainan itu berperanan untuk mencegah kemampuan –
kemampuan mental manusia menganggur dan kemudian menciut karena disia – siakan.
Teori permainan tentang seni tidak
sepenuhnya diterima oleh para ahli estetik. Keberatan pokok yang dapat diajukan
ialah bahwa permainan merupakan suatu kreasi, padahal seni adalah kegiatan yang
serius dan pada dasarnya kreatif.
Sebuah teori lagi yang dapat dimasukkan dalam teori
psikologis ialah teori penandaan (signification
theory) yang memandang seni sebagai suatu lambang atau tanda dari perasaan
manusia. Simbol atau tanda yang menyerupai atau mirip dengan benda yang
dilambangkan disebut iconic sign (tanda
serupa).
C.
Keserasian
Keserasian berasal dari bahasa serasi
dan dari kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata
cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran dan
seimbang.
Karena itu dalam
keindahan ini, sebagian ahli piker menjelaskan bahwa keindahan pada dasarnya
adalah sejumlah kualitas atau pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal.
Kualitas yang paling sering disebut adalah kesatuan (Unity), keselarasan (Harmony),
kesetangkupan (Symetry), keseimbangan
(Balance), dan keterbalikan (Contrast).
Filsuf
Inggris Herbert Read merumuskan
definisi bahwa keindahan adalah kesatuan dan hubungan – hubungan bentuk yang
terdapat diantara penerapan – penerapan duniawi kita (beauty is unity of formal relations among our sence – perception).
Pendapat lain menganggap pengalaman estetik suatu keselarasan dinamik dari
perenungan yang menyenangkan.
a. Teori
Obyektif dan Teori Subyektif
The
Liang Gie dalam bukunya garis besar estetika menjelaskan,
bahwa dalam menciptakan seni ada dua teori yakni teori obyektif dan teori
subyektif.
Salah satu persoalan pokok dari teori
keindahan adalah mengenai sifat dasar dari keindahan. Pendukung teori obyektif
adalah Plato, Hegel, dan Bernard Bocanquat, sedangkan pendukung teori subyektif
adalah Henry Home, Earlof Shaffesbury dan Edmund Burke.
Teori obyektif
berpendapat bahwa keindahan atau ciri – ciri yang menciptakan nilai estetik
adalah sifat (kualitas) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang
bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Yang menjadi masalah ialah
ciri – ciri khusus manakah yang membuat sesuatu benda menjadi indah atau
dianggap bernilai estetik. Pendapat lain menyatakan, bahwa nilai estetik itu
tercipta dengan terpenuhinya asas – asas tertentu mengenai bentuk pada sesuatu
benda.
Teori subyektif
berpendapat bahwa ciri – ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak
ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda.
Yang tergolong dalam teori subyektif
ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan diantara suatu benda dengan
alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya yang berupa menyukai
atau menikmati benda itu.
b. Teori
Perimbangan
Teori perimbangan
tentang keindahan dari bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam arti yang
lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang mengungkapkan dengan angka –
angka. Keindahan dianggap sebagai kualitas dari benda – benda yang disusun
(yakni mempunyai bagian – bagian). Hubungan itu dinyatakan sebagai perimbangan
atau perbandingan angka – angka.
Teori perimbangan berlaku dari abad ke –
5 sebelum masehi sampai abad ke – 17 masehi selama 22 abad. Teori tersebut
runtuh karena desakan dari filsafat empirisme dan aliran – aliran termasuk
dalam seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan yang subyektif sifatnya.
Para seniman romantik umumnya berpendapatnya bahwa
keindahan sesunguhnya tercipta dari tidak adanya keteraturan, yakni tersusun
dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Karena
itu, tidak mungkin disusun teori umum tentang keindahan.
Sumber : Nugroho, W.
1996. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta